Adakah Oral Seks Dan Posisi 69 Haram Dalam Islam??





Hukum Oral S*ks dan posisi 69 dalam Islam

Pertanyaan:

Assalamu’alikum
Maaf ustaz, saya mahu bertanya tentang hukum oral s*ks atau mencium kemaluan pasangan baik untuk suami ataupun sebaliknya. Lalu bagaimana dengan oral s*ks dengan posisi 69, maaf posisi s*ks 69? Apakah itu dibolehkan?
Terima kasih atas jawapannya.


Jawapan:

Bismillahirrahmanirrahim.
Hubungan seksual antara pasangan suami istri bukanlah hal yang terlarang untuk dibicarakan didalam Islam. Namun, bukan pula hal yang dibebaskan sedemikian rupa bak layaknya seekor haiwan yang berhubungan dengan sesamanya.

Hubungan s*ks yang baik dan benar, yang tidak melanggar syariat selain merupakan puncak keharmonisan suami isteri serta penguat perasaan cinta dan kasih sayang diantara mereka berdua maka ia juga termasuk suatu ibadah disisi Allah swt, sebagaimana sabda Rasulullah saw,

”..dan bersetubuh dengan isteri juga sedekah. Mereka bertanya,’Wahai Rasulullah, apakah jika diantara kami menyalurkan hasrat biologisnya (bersetubuh) juga mendapat pahala?’ Beliau menjawab,’Bukankah jika ia menyalurkan pada yang haram itu berdosa?, maka demikian pula apabila ia menyalurkan pada yang halal, maka ia juga akan mendapatkan pahala.” (HR. Muslim)

Islam memandang s*ks sebagai sesuatu yang moderat sebagaimana kerekteristik dari islam itu sendiri. Ia tidaklah dilepas begitu saja sehingga manusia bisa berbuat sebebas-bebasnya dan juga tidak diperketat sedemikian rupa sehingga menjadi suatu pekerjaan yang membosankan.

Pertanyaan tentang Jima’ dengan cara 0ral s*ks selalu menjadi primadona selama ini. Apakah tabu atau tidak. Tahukah Anda bahwa dalam Islam sebelum melakukan hubungan s*ks, kita dianjurkan untuk melakukan foreplay (mula’abah) atau permainan pendahuluan?

Ini dianjurkan agar hubungan seksual yang dilakukan tidak menyerupai hubungan seksual yang dilakukan oleh binatang. Tanpa pemanasan. Sehingga diharapkan tidak ada pihak yang tersakiti. Dan sangat diharapkan kedua belah pihak untuk bisa menikmatinya. Salah satu bentuk foreplay dalam pengetahuan seksuali moden iaitu tadi oral s*ks, atau mencium farj (kemaluan) pasangan baik istri kepada suaminya ataupun sebaliknya. Dan lebih ‘ekstrim’ lagi yaitu dengan oral s*ks dengan posisi 69.

Lalu bagaimana kita menyikapi hal tersebut?
Para ulama berbeda pendapat dalam menyikapi masalah tersebut (oral s*ks). Ada yang membolehkan, namun ada yang memakruhkan dan condong untuk melarangnya.

1. Dibolehkan dengan syarat

Dibolehkan karena pada dasarnya segala sesuatu itu boleh (mubah) kecuali ada dalil yang melarangnya. Dan memang hal ini tidak bisa dihukumi sebagai perbuatan yang haram, karena tidak adanya dalil yang munasabah yang mengharamkannya.

Seperti halnya jimak (bersetubuh) hingga orgasme dibolehkan karena itu adalah puncak kenikmatan, maka dibolehkan pula kenikmatan-kenikmatan yang didapat (meskipun tidak mencapai orgasme) iaitu cumbu rayu, berpelukan, mencium hingga oral yang membuat suami-istri saling menikmati.


Allah Berfirman dalam Al Quran:
”Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercucuk tanam, Maka datangilah tanah tempat bercucuk-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.” (QS. Al Baqoroh : 223)

Namun apabila oral s*ks ternyata telah terbukti membawa impak bahaya bagi pasangan, seperti contoh oral s*ks yang mengakibatkan pasangan sakit atau tertimpa bahaya (mungkin karena kotor karena adanya najis atau adanya cairan yang berbau keluar dari farj) maka hal tersebut masuk pada kategori larangan dan tidak boleh dilakukan.


2. Makruh dan condong pada larangan.

Yang berpendapat tentang larangan oral s*ks dan termasuk didalam kategori tersebut adalah posisi 69 (maaf, posisi dimana pasangan saling berhadapan namun berlawanan arah kepala) karena hal tersebut menyalahi kudrat dan fitrah manusia sebagai hamba yang diberi akal fikiran yang lebih tinggi derajatnya dari binatang. Sebab manusia diberi lisan untuk membaca al Quran dan bertutur kata yang baik, maka tidak tepat jika digunakan untuk mencium ‘sesuatu’ yang bisa mengeluarkan najis (kencing, haid, madzi dst)

Tentu kita tidak akan pernah menemukan sepasang haiwan yang melakukan hal tersebut, namun ternyata manusia banyak yang melakukan bahkan gemar dan menjadi cara yang populer dikalangan masyarakat saat ini.

Hal tersebut bisa terjadi karena pengaruh kehidupan masyarakat barat. Masyarakat Barat adalah masyarakat liberal (serba bebas) termasuk dalam urusan seksual. Tujuan akhir yang mereka cari hanyalah kepuasan, dalam hal ini orgasme. Jika pemanasan dalam Islam adalah agar farj istri siap dimasuki farj suami, maka Barat tidak mengharuskan jalan ini. Jika dengan dimasukkan dubur wanita/lelaki atau mulut wanita/lelaki bisa tercapai kepuasan, maka hal itu akan dilakukan. Itulah sebabnya kenapa posisi 69 menjadi pilihan masyarakat barat, khususnya kaum gay dan lesbian.

Jika dalam kehidupan sehari-hari saja kita dilarang untuk bersikap tasyabuh (ikut-ikutan), maka apalagi dalam masalah jimak yang mana didalamnya islam menjunjung tinggi fitrah manusia yang diberi akal fikiran, tentu dilarang pula untuk bertasyabuh dengan mereka. Wallahua’lam

Kesimpulan:

Cara s*ks dengan oral dan juga termasuk didalamnya posisi 69 pada hakikatnya adalah boleh. Namun meskipun hal itu mubah, tetapi lebih afdhol dan lebih baiknya ditinggalkan.

Pada dasarnya sepasang suami-istri boleh bersenang-senang dengan saling menikmati seluruh badan antara satu sama lainnya kecuali jika ada dalil yang melarangnya. Akan tetapi perbuatan tersebut tidak disukai (makruh) karena masih ada cara lain yang lebih baik dan menyenangkan.

Di lain sisi jika s*ks oral membawa dampak bahaya bagi pasangan, maka sudah seharusnya dijauhi karena mengingat Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam pernah  bersabda:

"Tidak boleh memulai memberi dampak buruk (mudhorot) pada orang lain, begitu pula membalasnya." 

(HR. Ibnu Majah no. 2340, Ad Daruquthni 3: 77, Al Baihaqi 6: 69, Al Hakim 2: 66. Kata Syaikh Al Albani hadits ini shahih).

Oleh: Abu Syauqie Al Mujaddid (Pengasuh Solusi Islam & Islamisasi)
Artikel: www.solusiislam.com

No comments:

Post a Comment